Sebagai
mahasiswa pascasarjana di program studi entomologi, kami wajib mengambil mata
kuliah taksonomi serangga. Mata kuliah
yang sarat dengan ilmu identifikasi serangga ini sangat menarik untuk
dipelajari dan di jalani, mengapa?.
Kuliahnya tidak melulu teori dikelas, ada juga aktivitas di lapangan dan
di laboratorium. Aktivitas di lapangan
sangat di tunggu-tunggu, selain ajang refresing juga menjadi ajang bertualang
yang seru. Refresing dan bertualang
sangat mahal bagi kami, karena setiap hari ada saja tugas presentasi, membaca
jurnal, laporan praktikum, uji pendahuluan penelitian, proposal penelitian, dan
lain-lain.
Tiba saatnya kami
melakukan pengambilan sampel di lapangan untuk memenuhi syarat tugas koleksi
serangga. Sst, angkatan kami itu
didominasi oleh wanita dan hanya ada satu pria yang menjadi andalan ha ha
ha. Belum berangkat saja teman pria kami
ini sudah sangat kuatir harus menjaga 6 wanita sekaligus. Kami menenangkannya dengan berkata,”santai
saja, kami wanita mandiri kog”, ha ha ha.
Setelah
berdiskusi dengan dosen pengajar yang juga wanita maka hutan lindung sekaligus
hutan wisata Gunung Bunder menjadi pilihan lokasi field trip kali ini. Rencana disusun dengan matang dan detail,
maklum para wanita suka akan kenyamanan.
Semua peralatan studi serangga penting, seperti malaise trap, pitfall
trap, layar, botol racun, botol penyimpan, plastik, dan alkohol untuk koleksi
basah sudah di siapkan. Tidak lupa tenda,
kabel, genset sebagai sumber listrik, lampu minyak jika darurat, sleeping bag, senter
dll dikeluarkan dari kotak penyimpanan.
Laboratorium taksonomi memiliki peralatan lapangan yang lengkap, maklum
kegiatan ini selalu di selenggarakan setiap tahunnya. Menurut koordinator, semua perlengkapan itu
di beli di Ace Hardware agar kualitasnya terjamin. Ketika mengecek tenda yang baru di beli, kami
melihat ada sedikit cacat atau robek kecil di pinggir bawah. Koordinator langsung memerintahkan melipat
kembali karena akan ditukarkan ke Ace Hardware.
Itulah enaknya belanja di Ace Harware, selain kualitas juga ada garansi.
Keesokan
harinya kami berangkat pagi hari menuju Gunung Bunder menggunakan mobil. Jalan yang berliku dan cenderung menanjak
menyuguhi pemandangan luar biasa. Tepat
jam 11 siang kami sampai dilokasi tujuan.
Kami memilih lokasi yang menurut kami sangat teduh dan nyaman, tepat
dibawah pohon pinus. Kami segera
menurunkan peralatan dan mendirikan tenda.
Setelah bekerjasama bahu membahu kami berhasil mendirikan 3 tenda, dua
tenda untuk tidur, dan satu tenda khusus untuk pria dan peralatan. Sleeping bag digelar, semua di atur senyaman mungkin. "Sempurna!, kita bisa tidur nyenyak teman-teman", ujarku bahagia.
Waktunya
makan siang!, bekal dari rumah yang sudah kami siapkan di gelar, ada tumis
taoge, cumi kecap, sambel, dan kerupuk, hmm yummy. Baru kali ini kemping bawa rescooker, kuali,
termos air, panci, sayuran, bumbu, lengkap dengan pisang goreng untuk
snack. Hidup benar-benar nyaman ujar
kami sambil tertawa.
Selesai
makan siang dan sholat dzuhur, waktunya kegiatan ilmiah alias memasang
perangkap serangga. Untuk serangga yang
di tanah kami memasang pitfall trap, untuk serangga terbang kami memasang
malaise trap, kami juga memasang layar yang akan disorot lampu untuk memancing
serangga yang tertarik dengan cahaya.
Ada satu lagi perangkap yang unik, kami memasang perangkap bangkai, agar
serangga pemakan bangkai tertarik dan masuk ke dalam koleksi kami. Ayam busuk sudah di siapkan, masalahnya siapa
yang akan memasangnya?, kami bersama-sama langsung menoleh kearah Pak
Darsono. Beliau langsung angkat tangan,
menyerah ha ha ha.
Sedikit
kekacauan terjadi ketika hujan turun rintik-rintik, kami tunggang langgang
menutup semua peralatan dengan terpal.
Masuk ke tenda sambil berdo’a semoga hujan segera reda, karena kami
harus mengoleksi serangga di malam hari.
Setelah satu jam menunggu, akhirnya hujan reda, kami mengelap semua
peralatan dan memasangnya kembali. Tidak
di sangka, setelah hujan, udara menjadi sangat dingin. Malam hari kami berhasil mengumpulkan banyak
serangga yang tertarik dengan cahaya melalui layar yang kami pasang. Sambil menikmati teh atau kopi hangat kami
tertawa, bercanda, sambil terus mengoleksi serangga.
Kira-kira
jam 9 malam, tiba-tiba hujan kembali turun dengan derasnya kami segera masuk ke
tenda sambil harap-harap cemas. Hujan
kali ini disertai angin yang cukup kencang, ditambah lagi pohon pinus yang
tinggi menderu-deru di tiup angin. Waktu
telah menunjukkan pukul 12.00 malam, hujan angin semakin menjadi-jadi, kami
menggigil kedinginan dan ketakutan.
Suasana begitu mencekam, hingga kami mendengar teriakan dari arah atas,
“bangun!, bangun!”. Kami segera
berkumpul di satu tenda, sambil memegang apa saja yang membuat kami merasa
aman. Tanpa sadar aku memegang senter,
temanku memegang gelas, ada juga yang memegang botol alkohol, semua waspada. Hmm, lega sekali ketika tahu teriakan itu berasal dari petugas jagawana yang sedang
berkeliling, syukurlah. “ Maaf ibu-ibu,
sangat berbahaya bagi kalian untuk tetap berada di dalam tenda tepat berada
dibawah pohon pinus, pada kondisi badai seperti ini”, ujar petugas. Dosen kami langsung bertanya, “apa yang harus
kami lakukan pak?”. “Sebaiknya semua
pindah ke pondok tempat peristirahatan di atas, hingga badai reda”, saran
petugas jagawana tersebut. Tiba-tiba, "krek", suara pohon pinus yang patah mengagetkan kami. Kami berteriak dan setengah berlari segera menuju pondok yang cukup jauh, dimalam hari, di
bawah derasnya hujan. Meskipun bermantel dan berpayung, tetap saja kami kebasahan. Sesampainya di pondok, kami baru sadar bahwa sleeping bag dan selimut masih di tenda.
Malam
itu kami habiskan di pondok tempat orang biasa berjualan yang terdiri dari
bale-bale dan bangku kayu sambil kedinginan dan was-was dengan serangga dan binatang yang
berbahaya. Niatnya mengoleksi serangga,
malah sekarang begitu takut menjadi korban serangga. Kenyamanan itu hilang seketika, aku
membayangkan hangatnya rumah dan empuknya kasur, hiks kali ini traveling gone wrong bathinku. Semua perencanaan
matang kami berantakan akibat badai di Gunung Bunder.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar