Minggu, 14 Juli 2013

Badai di Gunung Bunder (When Traveling Gone Wrong)




            Sebagai mahasiswa pascasarjana di program studi entomologi, kami wajib mengambil mata kuliah taksonomi serangga.  Mata kuliah yang sarat dengan ilmu identifikasi serangga ini sangat menarik untuk dipelajari dan di jalani, mengapa?.  Kuliahnya tidak melulu teori dikelas, ada juga aktivitas di lapangan dan di laboratorium.  Aktivitas di lapangan sangat di tunggu-tunggu, selain ajang refresing juga menjadi ajang bertualang yang seru.  Refresing dan bertualang sangat mahal bagi kami, karena setiap hari ada saja tugas presentasi, membaca jurnal, laporan praktikum, uji pendahuluan penelitian, proposal penelitian, dan lain-lain. 


Tiba saatnya kami melakukan pengambilan sampel di lapangan untuk memenuhi syarat tugas koleksi serangga.  Sst, angkatan kami itu didominasi oleh wanita dan hanya ada satu pria yang menjadi andalan ha ha ha.  Belum berangkat saja teman pria kami ini sudah sangat kuatir harus menjaga 6 wanita sekaligus.  Kami menenangkannya dengan berkata,”santai saja, kami wanita mandiri kog”, ha ha ha.
            Setelah berdiskusi dengan dosen pengajar yang juga wanita maka hutan lindung sekaligus hutan wisata Gunung Bunder menjadi pilihan lokasi field trip kali ini.  Rencana disusun dengan matang dan detail, maklum para wanita suka akan kenyamanan.  Semua peralatan studi serangga penting, seperti malaise trap, pitfall trap, layar, botol racun, botol penyimpan, plastik, dan alkohol untuk koleksi basah sudah di siapkan.  Tidak lupa tenda, kabel, genset sebagai sumber listrik, lampu minyak jika darurat, sleeping bag, senter dll dikeluarkan dari kotak penyimpanan.  Laboratorium taksonomi memiliki peralatan lapangan yang lengkap, maklum kegiatan ini selalu di selenggarakan setiap tahunnya.  Menurut koordinator, semua perlengkapan itu di beli di Ace Hardware agar kualitasnya terjamin.  Ketika mengecek tenda yang baru di beli, kami melihat ada sedikit cacat atau robek kecil di pinggir bawah.  Koordinator langsung memerintahkan melipat kembali karena akan ditukarkan ke Ace Hardware.  Itulah enaknya belanja di Ace Harware, selain kualitas juga ada garansi.

            Keesokan harinya kami berangkat pagi hari menuju Gunung Bunder menggunakan mobil.  Jalan yang berliku dan cenderung menanjak menyuguhi pemandangan luar biasa.  Tepat jam 11 siang kami sampai dilokasi tujuan.  Kami memilih lokasi yang menurut kami sangat teduh dan nyaman, tepat dibawah pohon pinus.  Kami segera menurunkan peralatan dan mendirikan tenda.  Setelah bekerjasama bahu membahu kami berhasil mendirikan 3 tenda, dua tenda untuk tidur, dan satu tenda khusus untuk pria dan peralatan.  Sleeping bag digelar, semua di atur senyaman mungkin.  "Sempurna!,  kita bisa tidur nyenyak teman-teman", ujarku bahagia.


            Waktunya makan siang!, bekal dari rumah yang sudah kami siapkan di gelar, ada tumis taoge, cumi kecap, sambel, dan kerupuk, hmm yummy.  Baru kali ini kemping bawa rescooker, kuali, termos air, panci, sayuran, bumbu, lengkap dengan pisang goreng untuk snack.  Hidup benar-benar nyaman ujar kami sambil tertawa.

            Selesai makan siang dan sholat dzuhur, waktunya kegiatan ilmiah alias memasang perangkap serangga.  Untuk serangga yang di tanah kami memasang pitfall trap, untuk serangga terbang kami memasang malaise trap, kami juga memasang layar yang akan disorot lampu untuk memancing serangga yang tertarik dengan cahaya.  Ada satu lagi perangkap yang unik, kami memasang perangkap bangkai, agar serangga pemakan bangkai tertarik dan masuk ke dalam koleksi kami.  Ayam busuk sudah di siapkan, masalahnya siapa yang akan memasangnya?, kami bersama-sama langsung menoleh kearah Pak Darsono.  Beliau langsung angkat tangan, menyerah ha ha ha.













            Sedikit kekacauan terjadi ketika hujan turun rintik-rintik, kami tunggang langgang menutup semua peralatan dengan terpal.  Masuk ke tenda sambil berdo’a semoga hujan segera reda, karena kami harus mengoleksi serangga di malam hari.  Setelah satu jam menunggu, akhirnya hujan reda, kami mengelap semua peralatan dan memasangnya kembali.  Tidak di sangka, setelah hujan, udara menjadi sangat dingin.  Malam hari kami berhasil mengumpulkan banyak serangga yang tertarik dengan cahaya melalui layar yang kami pasang.  Sambil menikmati teh atau kopi hangat kami tertawa, bercanda, sambil terus mengoleksi serangga.





            Kira-kira jam 9 malam, tiba-tiba hujan kembali turun dengan derasnya kami segera masuk ke tenda sambil harap-harap cemas.  Hujan kali ini disertai angin yang cukup kencang, ditambah lagi pohon pinus yang tinggi menderu-deru di tiup angin.  Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 malam, hujan angin semakin menjadi-jadi, kami menggigil kedinginan dan ketakutan.  Suasana begitu mencekam, hingga kami mendengar teriakan dari arah atas, “bangun!, bangun!”.  Kami segera berkumpul di satu tenda, sambil memegang apa saja yang membuat kami merasa aman.  Tanpa sadar aku memegang senter, temanku memegang gelas, ada juga yang memegang botol alkohol, semua waspada.  Hmm, lega sekali ketika tahu teriakan itu berasal dari petugas jagawana yang sedang berkeliling, syukurlah.  “ Maaf ibu-ibu, sangat berbahaya bagi kalian untuk tetap berada di dalam tenda tepat berada dibawah pohon pinus, pada kondisi badai seperti ini”, ujar petugas.  Dosen kami langsung bertanya, “apa yang harus kami lakukan pak?”.  “Sebaiknya semua pindah ke pondok tempat peristirahatan di atas, hingga badai reda”, saran petugas jagawana tersebut.  Tiba-tiba, "krek", suara pohon pinus yang patah mengagetkan kami.  Kami berteriak dan setengah berlari segera menuju pondok yang cukup jauh, dimalam hari, di bawah derasnya hujan.  Meskipun bermantel dan berpayung, tetap saja kami kebasahan.  Sesampainya di pondok, kami baru sadar bahwa sleeping bag dan selimut masih di tenda.
            Malam itu kami habiskan di pondok tempat orang biasa berjualan yang terdiri dari bale-bale dan bangku kayu sambil kedinginan dan was-was dengan serangga dan binatang yang berbahaya.  Niatnya mengoleksi serangga, malah sekarang begitu takut menjadi korban serangga.  Kenyamanan itu hilang seketika, aku membayangkan hangatnya rumah dan empuknya kasur, hiks kali ini traveling gone wrong bathinku.  Semua perencanaan matang kami berantakan akibat badai di Gunung Bunder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar