Minggu, 15 September 2013

JAMUKU, JAMUMU, JAMU KITA



JAMU DALAM KEHIDUPANKU
Siapa yang tidak kenal jamu? Atau belum pernah meminum jamu?, saya rasa semua orang yang merupakan warga Indonesia pasti pernah sekali saja dalam hidupnya bersentuhan dengan yang namanya jamu.          



Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jamu adalah obat yg dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dsb.  Berdasarkan defenisi tersebut maka jamu adalah ramuan yang berbahan tanaman yang bisa diracik sendiri.  Saya sendiri pernah membuat jamu sebagai pertolongan pertama mengatasi diare pada anak-anak.  Resep yang saya ketahui langsung dari ibu yaitu merebus 7 lembar daun jambu biji dengan tiga gelas air, kemudian setelah menjadi satu gelas diangkat dan airnya diminumkan kepada anak yang sedang diare.  Resep itu sangat manjur untuk anak pertama saya, tetapi ketika anak ke dua saya diare, resep tersebut tidak berfungsi sama sekali.  Kejadian itu berlalu begitu saja, hingga akhirnya saya membuka literatur terkait dalam rangka mengikuti lomba blog ini.

Hasil penelitian ilmiah membuktikan bahwa kandungan flavonoid pada daun jambu biji bersifat anti mikroba yang dapat mengatasi diare pada tikus percobaan (Cushnie & Lamb 2005, Ojewole et al. 2008).  Semakin tinggi kandungan flavonoid pada tanaman yang memiliki nama latin Psidium guajava. L maka kemampuan menghambat mikroba juga akan semakin tinggi.  Senyawa flavonoid pada daun jambu dipengaruhi oleh perlakuan terhadap tanaman dan kondisi geografi lingkungan tumbuh dan iklim.  Aziz dan Ghulamahdi (2011) menjelaskan bahwa kandungan flavonod tertinggi pada daun adalah saat 50% daun ke tiga di panen pada masa vegetatif.  Aha! saya tahu mengapa anak ke dua saya tidak manjur dengan resep ini, kemungkinan besar karena senyawa flavonoid pada daun jambu yang saya pakai saat itu sangat rendah.  Sehingga tidak mampu bekerja sebagaimana mestinya.
Selain daun jambu, daun yang juga akrab dalam kehidupan saya adalah daun sirih.  Saya menggunakan daun sirih untuk perawatan kewanitaan saat haid, selain digunakan untuk berbasuh, saya juga meminum rebusan daun yang memiliki nama latin Piper betle L. ini.  Sekarang ini untuk yang di minum saya lebih suka pesan dari penjual jamu langganan, karena mereka mencampur dengan bahan lain yang membuat rasanya menjadi lebih enak dan khasiatnya lebih terasa.  


Iswantini et al. (2004) menjelaskan bahwa daun sirih (Piper betle L), memiliki potensi sebagai antimikroba, antioksidan, antifungi, antihepatoprotektor, dan antiinfllamasi.  Selain itu penggunaan dalam bentuk campuran akan meningkatkan aktivitas dibandingkan penggunaan secara tunggal.  Sekali lagi, aha! para penjual jamu telah melakukan hal benar dengan mencampur berbagai jenis bahan berbeda dalam satu gelas.
Sst, meskipun kami orang sumatera, tapi tradisi minum jamu ibu saya menular sampai ke cucunya ha ha ha.  Wanita lembut yang kami panggil mbak jamu itu setiap minggu menjadi tamu rutin di rumah kami.  Racikan dan campuran jamunya terasa pas di lidah, dibandingkan jika saya mengolah jamu sendiri.   

JAMU BAGI KEHIDUPAN MEREKA
            Masih dalam rangka lomba blog ini, saya meluangkan waktu menemui beberapa penjual jamu selain penjual jamu langganan yang sering lewat di depan rumah saya.  Berikut adalah data yang berhasil saya kumpulkan:

No
Nama
Asal
Alamat di Bogor
Lama berjualan
1
Fajar Utama
Solo
Semplak Pilar Rt 01/03
13 tahun
2
Sri Rahayu
Solo
Cibanteng Proyek, Rt 01/04
30 tahun
3
Mursiwan
Banyumas
Semplak
10 tahun
4
Ratmi
Solo
Tegal Oceng Dermaga
20 tahun

FAJAR UTAM

SRI RAHAYU
MURSIWAN

SURATMI

            Yang menarik adalah, penjual jamu tidak hanya perempuan lho.  Buktinya Bapak Mursiwan memilih profesi ini, meskipun beliau seorang pria.  Hmm, trend saat ini, para chef juga di dominasi pria, jadi tidak ada yang salah jika bermunculan mas jamu diantara mbak jamu yang ada.
Mereka mendapat ilmu meracik jamu dari orang tua masing-masing yang sebelumnya juga penjual jamu.  Luar biasa adalah kata yang tepat untuk empat penjual jamu ini, mereka bertahan sebagai penjual jamu tidak hanya sesaat tetapi bertahun-tahun.  Saya langsung berfikir, menjual jamu pasti menguntungkan, sehingga mereka bertahan begitu lama.  Dan mereka semua menjawab menjawab, “alhamdulilah mbak, bisa untuk sekolah anak-anak”.  Kemudian saya menyambung pertanyaan, seandainya anak mereka semua sekolah tinggi dan tidak mau menjadi penjual jamu, siapa yang akan meneruskan jualan ini ketika mereka pensiun?.  Mereka semua masih menjawab hal yang sama, “kalau jualan jamu tidak ada pensiunnya mbak, sampai gak kuat jalan”.  Saya tertawa dan sedikit memaksa, kalau sudah tidak kuat jalan bagaimana?,

No
Nama
Jawaban
1
Fajar Utama
“Nanti digantikan sama saudara mbak”
2
Sri Rahayu
“Ada sepupu mbak yang mau nerusin, kasihan langganan udah banyak”
3
Mursiwan
“Pulang kampung mbak, nanti juga ada yg baru dari kampung”
4
Ratmi
“Ya liat nanti saja mbak, sekarang di jalani dulu”

            Jawaban mereka cukup meyakinkan saya bahwa ilmu dan profesi ini akan tetap ada sampai kapanpun, apakah diturunkan atau ditularkan.  
Pertanyaan lain yang saya ajukan, terkait dengan “jarik”, kain batik panjang yang dipakai penjual jamu gendong saat berjualan.  Saya bertanya kepada Mbak Rahayu dan Mbak Ratmi, mengapa mereka menggunakan jarik.  Keduanya menjawab, “ya pantesnya begitu mbak”.  Kalau gendong jamu pakai rok atau celana kurang cocok.  Sedangkan Mbak Fajar tidak menggunakan jarik karena susah mengendarai motor kalau pakai jarik, “selain ndak pantes, saya bisa jatuh mbak”, jelas mbak fajar sambil tertawa.  Pak Mursiwan tidak perlu ditanya, pasti dia akan menjawab, “saya lelaki tulen mbak” ha ha ha.
            Wawancara selanjutnya, “selain memang mencari rezeki lewat jualan jamu, apakah ada maksud lain atau tujuan lain seperti misalnya melestarikan budaya dan warisan leluhur?”.  Semua menjawab diplomatis, “iya mbak, selain itu kita kan berbuat baik menjaga orang tetap sehat dan tetap bugar.
            Pertanyaan terakhir saya, seandainya ada pilihan lain, jadi manager misalnya, apakah mau ganti profesi?.  Sungguh saya tercengang dengan jawaban mereka yang intinya sama, mencintai pekerjaannya.     
No
Nama
Jawaban
1
Fajar Utama
Bisanya bikin jamu mbak, yang lain ndak ngerti
2
Sri Rahayu
Tidak usah muluk-muluk mbak, yang ada di syukuri
3
Mursiwan
Jadi manager jamu aja mbak
4
Ratmi
Saya jadi penjual jamu aja mbak udah banyak langganan

            Banyak hikmah yang saya ambil dari wawancara singkat itu, tentang kepantasan, syukur, dan semangat yang selalu dikobarkan dalam bekerja.

JAMU SEBAGAI BUDAYA KITA INDONESIA
            Tutur tinular adalah bahasa jawa halus yang artinya perkataan atau nasehat yang baik yang diturunkan dan disebarluaskan.  Berawal dari nasehat turun temurun, kemudian di terima dan dilaksanakan akhirnya menjadi budaya di masyarakat.  Budaya menggunakan ramuan tradisional sebagai upaya pertolongan pertama atau pencegahan suatu penyakit oleh masyarakat umum secara tidak langsung sudah melestarikan keberadaan jamu itu sendiri.  Masyarakat kota yang sibuk dan tidak punya waktu untuk mencari bahan baku apalagi membuat ramuan akan mencari para penjual jamu untuk mendapatkan jamu siap minum.  Siapakah pelaku pelestari jamu itu, jawabannya adalah kita.
            Penjual jamu gendong dengan ciri khasnya yaitu bakul yang berisi botol jamu, dan jarik atau penjual jamu yang sudah menggunakan motor sehingga tidak lagi membawa bakul yang berisi jamu, atau menggunakan jariknya tetap saja menjual sesuatu yang di sebut jamu.  Mereka menurunkan ilmu tentang jamu kepada penerus, menuturkan kepantasan saat berjualan dan lain-lain juga pelaku pelestari jamu.
            Pemerintah dan pihak swasta dengan berbagai cara, mengadakan acara seperti misalnya jamu go internasional, menciptakan komunitas penjual jamu, komunitas pecinta jamu dan lain-lain juga pelaku pelestari jamu.
Yang terpenting, jamu adalah budaya kita, milik kita, Indonesia…..


PUSTAKA

http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-info/501-info-jamu-as-world-cultural-heritage-2013

Ojewole JA, Awe EO, Chiwororo WD.  2008.   Antidiarrhoeal activity of Psidium guajava Linn. (Myrtaceae) leaf aqueous extract in rodents.  J Smooth Muscle Res44(6):195-207.
Cushnie T.P.T & Lamb A.J.  2005.  Antimicrobial activity of flavonoids.  International Journal of Antimicrobial Agents 26(5):343-356.
Iswantini D, Darusman LK, Rahminiwati M, Iskandar HR. 2004. Formula ekstrak gabungan Apium 
            Graveolens dan Sida RhombifoliaL sebagai fitofarmaka untuk penyakit Gout : inhibitor xantin  
            oksidase. http://repository.ipb.ac.id/ham


Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Menulis Artikel Jamu di Blog yang diselenggarakan oleh BIOFARMAKA IPB

23 komentar:

  1. Sukaaaa banget dengan tulisan ini. Sudut pandang yg berbeda. Semoga mbak dan mas jamu semakin semangat jualan jamu

    BalasHapus
  2. Thanks Rin, sambil demam, tetapi tantangan ini sulit untuk dilewatkan....semoga sesuai harapan kita...mejeng bersama...ciiiiis

    BalasHapus
  3. kereeeeennnnn....aeeehhhh....katanya mau Off ngontes?..hihi .tetep eksis ternyata... bener2 merayap dari belakang, menggelegar dari depan....itulah Mbak Eka....hebaaaaatttt!! saluttt......

    BalasHapus
  4. out of the box mbak....
    kerennnn... 4 jempol (y) (y) (y) (y) :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyiiik dapat jempol, terimakasih mba. Mencoba menulis dengan hati ^_^

      Hapus
  5. Ambu, jujur semua tantangan ini sudah di rencanakan sebelum bilang off. Jadi menunaikan janji sama bu ketua untuk ikut....ngontes susah ya di hentikan ketika sudah mengalir dalam darah wkwkwkwk

    BalasHapus
  6. Ambu, jujur semua tantangan ini sudah di rencanakan sebelum bilang off. Jadi menunaikan janji sama bu ketua untuk ikut....ngontes susah ya di hentikan ketika sudah mengalir dalam darah wkwkwkwk

    BalasHapus
  7. Hahaha...bilang aja emang mau nulis tentang jamu

    BalasHapus
  8. Iye Rin....ngaku...
    Buat mbak anita makasih ya...

    BalasHapus
  9. Nah kunyit asem sirih itu jamu favoritku di mbak jamu :D

    BalasHapus
  10. wow, bu Eka ternyata meneliti masalah prospek jamu juga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak sampai meneliti, baru mengamati. Terimakasih idenya, mudah-mudahan suatu saat saya berkesempatan meneliti jamu

      Hapus
  11. beneran, salut sama tulisan ini...saya suka bagian tabel berisi jawaban mbak dan mas jamu tersebut. Simpel, Jujur, tapi artinya daleeem

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, Arin lagi...hehehe...makasih ya udah share blogku ini. Ternyata banyak yang suka. Alhamdulillah...kali aja mbak dan mas jamu buka internet melihat fotonya mejeng trus tambah semangat

      Hapus
  12. Lestarikan produk asli Indonesia!!! semangat ibu :)

    ditunggu tulisan yang lainnya lagii yaa buu :)

    BalasHapus
  13. Favoritku galian singset mbak Murti ha ha ha

    BalasHapus
  14. Tulisan tentang jamu mengingatkan kita tentang Indonesia yang sebenarnya...seperti tulisan tentang tempe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa, jamu dan tempe itu Indonesia bangeeet...

      Hapus
  15. Balasan
    1. Kalau saya paling suka minum jus strawberry mba Gracia :) jamu juga suka sih..

      Hapus
  16. Tulisan bu eka sangat menarik. Fotonya juga orisinal. Semoga dari tulisan ini menyumbangkan suara untuk pelestarian jamu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, itu foto-foto hasil jepretan anak saya yang masih SD.

      Hapus